Pada masa lalu, serat makanan hanya dianggap sebagai sumber energi yang tidak tersedia (non-available energi source) dan hanya dikenal mempunyai efek pencahar perut. Namun berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insiden timbulnya berbagai macam penyakit diantaranya kanker usus besar, penyakit kadiovskular dan kegemukkan (obesitas).
Ternyata dari hasil penyelidikan memperlihatkan bahwa serat sangat baik untuk kesehatan, yaitu membantu mencegah sembelit, mancegah kanker, mencegah sakit pada usus besar, membantu menurunkan kadar kolesterol, membantu mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah wasir, membantu menurunkan berat badan dan lain-lain (http://nusaindah.tripot.com).
Saat ini telah terjadi pergeseran utama dalam penyebab kematian dan kesakitan di Indonesia. Penyakit infeksi yang selalu menjadi penyebab utama kejadian kesakitan dan kematian mulai bergeser dan diganti oleh penyakit degeneratif seperti penyaakit jantung, hipertensi, kencing manis, hiperkolesterol, peningkatan asam urat dan kanker serta penyakit degeneratif lain. Hasil Survei Kesehatan Rumak Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1995 membuktikan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah SKRT sejak tahun 1972, bahwa dominasi penyakit infeksi di Jawa dan Bali telah digantikan oleh penyakit akibat sistem sirkulasi. Hasil SKRT menunjukkan bahwa penyebab kematian telah didominasi oleh penyakit sistem sirkulasi (24.2%) dibandingkan penyakit infeksi (22.8%). Salah satu faktor penting sebagai akibat dari penyebab penyakit ini adalah perubahan gaya hidup masyarakat yang menuju ke pola hidup tidak sehat antara lain kurang berolah raga, terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan berlemak (diet tinggi lemak dan karbohidrat), banyak makanan yang mengandung garam, kurang makanan yang berserat serta serta kebiasaan tidak sehat lain seperti merokok dan minum alkohol.
Berbagai penyakit yang dapat timbul akibaat pola makan yang salah tersebut antara lain penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, gangguan pencernaan (susah buang air besar, wasir, kanker usus besar), kerusakan gigi dan gusi serta kegemukan (obesitas).
Penelitian epidemiologi yang dilakukan di Afrika membuktikan bahwa orang-orang Afrika berkulit hitam yang mengkonsumsi makanan tinggi serat dan diet rendah lemak mempunyai angka kematian yang rendah akibat kanker usus besar (kolon) dibandingkan orng Afrika yang berkulit putih dengan diet rendah serat dan tinggi lemak. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian kanker kolon.(Waspodo, 2001).
Kanker usus besar merupakan salah satu masalah kesehatan di negara Barat karena kejadian kanker usus besar menempati urutan ke-4 terbesar sebagai penyebab kanker dan menempati urutan ke-2 terbesar sebagai penyebab kematian karena kanker. Di Indonesia laporan kasus kanker kolon juga sudah mulai banyak, misalnya di ruang endoskopi RSCM adalah sebanyak 224 kasus kanker usus besar selam periode 1996 - 2001. Jumlah kasus terbanyak, yaitu 50 pasien terdapat pada tahun 2001 dengan rata-rata umur 53.8 tahun.
Tarmizi, B.Sc, S.Pd/Universitas Negeri Padang Gizi.net - Tentang Serat Makanan ..!
Beberapa dekade yang lalu, orang menggunakan istilah bulk atau roughage (bagian yang kasar) untuk menunjuk kepada komponen pangan yang sekarang dikenal sebagai serat makanan.
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai substansi yang kebanyakan di antaranya adalah karbohidrat kompleks.
Serat makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman mengandung kedua-duanya dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih banyak. Serat larut-serat yang larut di dalam air-antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan beberapa hemiselulosa. Contoh serat tidak larut adalah lignin dan selulosa.
Awalnya, serat hanya diketahui bermanfaat untuk mencegah konstipasi. Pada awal tahun 1970-an, beberapa ilmuwan menyatakan bahwa serat memiliki manfaat lain untuk kesehatan.
Salah seorang penggagas utama pendapat tersebut adalah dr Denis Burkit, seorang dokter berkebangsaan Inggris, yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun mengobati dan melakukan penelitian medik di Afrika. Burkit dan koleganya mengamati bahwa sejumlah penyakit-termasuk penyakit jantung koroner, diabetes, appendicitis, homerrhoid, konstipasi kronik, dan kanker kolon-adalah lazim ditemukan di negara-negara maju tetapi jarang di Afrika.
Burkit dan kawan-kawan menduga bahwa kandungan serat yang tinggi pada makanan tradisional masyarakat Afrika melindungi mereka dari penyakit tersebut. Dalam pandangan Burkit, kandungan serat yang rendah pada makanan masyarakat di negara maju berperan dalam timbulnya beragam penyakit.
Hipotesis serat makanan yang diajukan oleh Burkit dan kawan-kawan masih mendapat perhatian besar para ahli dewasa ini. Berbagai penelitian mengenai serat makanan makin memberi petunjuk bahwa hubungan antara serat makanan dan kesehatan tidak sesederhana yang diperkirakan oleh Burkit.
Salah satu kesulitan membuka tabir misteri pengaruh serat pada kesehatan adalah fakta bahwa serat merupakan campuran substansi yang kompleks.
Di dalam tubuh, serat yang berbeda memiliki efek yang berbeda pula. Juga, serat dikonsumsi tidak sendirian. Pangan yang kaya serat juga mengandung komponen lain yang juga berperan dalam pencegahan penyakit.
Beberapa manfaat dari pangan yang kaya serat justru berasal dari vitamin, mineral, dan komponen aktif lain yang dikandungnya, bukan dari seratnya. Selain itu, efek kesehatan berkaitan dengan pangan berserat tinggi terjadi karena penggantian makanan yang kurang menyehatkan menjadi lebih menyehatkan dan mengganti makanan berlemak dan berkalori tinggi menjadi makanan berlemak dan berkalori rendah-yang umumnya mengandung serat yang tinggi.
Serat dan konstipasi
Salah satu bukti paling jelas manfaat serat adalah pada penanganan konstipasi (sembelit).
Serat mencegah dan mengurangi konstipasi karena ia menyerap air ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses. Akan tetapi jika asupan air rendah, serat justru akan memperparah konstipasi atau bahkan dapat menyebabkan gangguan pada usus besar. Tambahan dua gelas air-dari kebutuhan enam gelas air per hari-diperlukan untuk mengimbangi peningkatan konsumsi serat.
Telah lama diduga bahwa asupan serat yang tinggi dapat mengurangi risiko kanker kolon. Beberapa mekanisme efek pelindungannya telah diketahui.
Pertama, serat meningkatkan ukuran feses dan menyelubungi komponen penyebab kanker di dalam feses.
Kedua, serat mempersingkat waktu lewatnya sisa pencernaan pada saluran pencernaan sehingga mengurangi paparan dinding usus terhadap karsinogen. Akhirnya, fermentasi serat terlarut oleh bakteri menghasilkan komponen yang protektif terhadap kanker kolon.
Walaupun penelitian epidemologik telah menunjukkan hubungan antara asupan serat dan penurunan risiko kanker kolon, para ahli belum dapat memastikan bahwa penurunan risiko tersebut hanya disebabkan oleh serat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek sayuran lebih kuat daripada efek serat pada penurunan risiko kanker kolon.
Apakah serat dalam sayuran, buah, dan biji- bijian bertanggung jawab pada efek pelindungan terhadap kanker kolon? Belum jelas! Oleh karena itu, penggunaan suplemen serat makanan yang dimurnikan untuk mencegah kanker kolon tidak dianjurkan. Makanan seimbang-terdiri atas sayur, buah, dan biji-bijian-adalah lebih baik daripada suplemen serat murni.
Pengaruh serat pada kadar kolesterol darah masih mengundang perdebatan dan membingungkan. Beberapa jenis serat dapat menurunkan kadar kolesterol darah, sementara serat yang lain tidak.
Berbagai penelitian-sampai dengan pertengahan tahun 1990-an-menyimpulkan bahwa efek serat pada penurunan kolesterol darah adalah sedang (modest). Salah satu hal yang memunculkan peran pangan yang berserat tinggi pada penurunan kolesterol darah adalah kenyataan bahwa pangan yang berserat tinggi adalah pangan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol pada kadar yang rendah.
Jantung koroner
Beberapa penelitian pada manusia telah menemukan hubungan berbalikan antara asupan serat dan risiko penyakit jantung koroner (PJK).
Beberapa peneliti menduga bahwa serat mencegah PJK melalui perannya dalam mencegah kegemukan, penggumpalan darah, dan aterosklerosis. Peneliti lain masih meragukan bahwa serat per se bukan faktor pelindung yang sebenarnya. Mereka beranggapan bahwa mengonsumsi makanan berserat tinggi merupakan ciri dari gaya hidup dan pola makan sehat yang berperan pada menurunnya risiko PJK.
Oleh karena kaitan antara asupan serat yang tinggi dan penurunan risiko PJK belum dapat dipastikan diakibatkan hanya oleh serat tertentu, para ahli menganjurkan-walaupun serat dapat membantu-agar orang jangan menekankan pada asupan serat untuk meminimalkan risiko PJK. Berbagai penelitian (sampai dengan tahun 2002) telah menunjukkan bahwa serat dapat memperbaiki respons glukosa darah dan insulin indeks.
Serat kasar (viscous fiber) menghambat lewatnya glukosa melalui dinding saluran pencernaan menuju pembuluh darah. Para ahli percaya bahwa perbaikan yang berarti pada pengendalian kadar gula darah hanya dapat dicapai dengan pemberian secara hati-hati suplemen serat dosis tinggi, hal ini tidak dapat dicapai dengan mengonsumsi makanan berserat tinggi.
Atas dasar temuan baru ini, American Diabetes Association memperbarui rekomendasi kecukupan serat per hari bagi penderita diabetes. Pada rekomendasi yang baru, kecukupan serat pada penderita diabetes turun dari 40 gram menjadi 20-35 gram per hari (tidak berbeda dengan kecukupan untuk orang yang bukan penderita diabetes).
Fakta ilmiah mendukung bahwa pangan yang berserat tinggi memiliki efek yang lebih menguntungkan daripada serat per se dalam pencegahan dan penanganan penyakit kronik. Walaupun beberapa jenis suplemen serat dapat berperan dalam penanganan penyakit tertentu (konstipasi kronik dan diabetes), para ahli lebih menganjurkan untuk mengonsumsi pangan sumber serat dan seimbang daripada mengonsumsi suplemen serat.
(Albiner Siagian Pengajar pada Bagian Gizi FKM Universitas Sumatera Utara)
No comments:
Post a Comment