Dibuat dari bungkil kacang tanah (kacang tanah yang sudah diambil
minyaknya), meskipun minyaknya sudah diambil akan tetapi masih cukup mengandung
zat tepung, zat gula dan protein. Bungkil kacang yang ditumbuhi cendaawan
itulah yang disebut oncom.
Oncom adalah makanan asal Indonesia yang terutama populer
di Jawa Barat. Makanan ini adalah produk fermentasi yang dilakukan oleh beberapa jenis kapang, mirip dengan pengolahan terhadap tempe. Perbedaaannya adalah bahwa pada oncom hasil olahan dinyatakan
siap diperdagangkan setelah kapang menghasilkan spora, sementara pada tempe hasil olahan diperdagangkan sebelum kapang
menghasilkan spora (baru dalam tahap hifa).
Oncom merah umumnya dibuat dari bungkil
tahu, yaitu kedelai yang
telah diambil proteinnya dalam
pembuatan tahu, sedangkan oncom hitam umumnya dibuat dari bungkil kacang tanah yang
kadangkala dicampur ampas (onggok) singkong atau tepung singkong (tapioka),
agar mempunyai tekstur yang
lebih baik dan lebih lunak. Bungkil kacang tanah adalah ampas yang berasal dari
kacang tanah yang telah diambil minyaknya
dengan proses pemerasan mekanis atau proses ekstraksi. Walaupun kedua bahan
substrat tersebut berupa limbah,
kandungan gizinya sesungguhnya masih
cukup tinggi untuk dapat dimanfaatkan manusia.
Kapang oncom mengeluarkan enzim
amilase, lipase dan
protease yang aktif selama
proses fermentasi dan
memegang peranan penting dalam penguraian pati
menjadi gula,
penguraian bahan-bahan dinding sel kacang,
penguraian lemak, serta pembentukan sedikit alkohol dan berbagai ester
yang memunculkan aroma sedap dan harum. Protein juga terdegradasi
namun tidak penuh dan berakibat meningkatnya daya cerna.
Untuk pembuatan oncom dari bungkil kacang tanah, pertama-tama
direndam dalam air bersih selama 3-4 jam, setelah itu ditiriskan, diayak, dan
kemudian dicampur dengan tepung tapioka. Selanjutnya, campuran ini dikukus.
Setelah masak, adonan diratakan di atas tatakan dari bambu, dan ditaburi dengan
ragi setelah dingin. Inkubasi dilakukan setelah ditutup
dengan daun pisang bersih dalam suhu ruang yang hangat (25-30 °C) dan kelembaban
tinggi, selama 2 sampai 3 hari.
Ada dua jenis utama oncom: oncom
merah dan oncom hitam. Oncom merah
didegradasi oleh kapang
oncomNeurospora sitophila atau N. intermedia sedangkan oncom hitam didegradasi oleh kapang tempe Rhizopus oligosporus dan/atau jenis-jenis Mucor.
Kapang oncom Neurospora sitophila.
Oncom memiliki kandungan gizi yang relatif baik dan dapat menjadi
sumber alternatif asupan gizi yang baik karena harganya murah. Kandungan karbohidrat dan protein tercerna cukup tinggi
pada oncom dari bungkil kacang tanah. Selain itu, populasi kapang diketahui
dapat menekan produksi aflatoksin dari Aspergillus
flavus yang telah mencemari substrat (bungkil). Degradasi yang dilakukan
oleh kapang menyebabkan beberapa oligosakarida sederhana seperti sukrosa, rafinosa, dan stakhiosa menurun
pesat kandungannya akibat aktivitas enzim α-galaktosidase
yang dihasilkan kapang (terutama N.
sitophila).[4] Hal ini baik bagi
pencernaan karena rafinosa dan stakhiosa bertanggung jawab atas gejala flatulensi yang dapat muncul bila
orang mengonsumsi biji kedelai atau kacang tanah.
Hal yang perlu disempurnakan agar daya terima masyarakat meningkat
terhadap oncom adalah yang menyangkut penampilan, bentuk, serta warnanya. Untuk lebih meningkatkan daya terima oncom di masyarakat luas,
perlu diperhatikan masalah sanitasi bahan baku, peralatan
pengolah, dan lingkungan, serta kebersihan
pekerja yang menangani proses pengolahan.
Dalam kaitan dengan aflatoksin, penggunaan kapang N. sitophila dalam proses fermentasi bungkil kacang
tanah dapat mengurangi kandungan aflatoksin sebesar 50 persen, sedangkan
penggunaan kapang Rh.
oligosporus dapat mengurangi
aflatoksin bungkil sebesar 60 persen. Aflatoksin dihasilkan pada
kacang-kacangan dan biji-bijian yang sudah jelek mutunya. Untuk mencegah
terbentuknya aflatoksin, sangat dianjurkan menggunakan bahan baku yang bermutu
baik.
Bahannya:
1. bungkil
kacang tanah
2. cetakan yang
terbuat dari seng kayu berukuran 12 X 12 cm
3. gaplek atau
singkong kering
4. bakul
5. daun pisang
6. kapang Monilia Sitopila
7. air bersih
Cara membuatnya:
1. Bungkil yang
sudah bersih lalu kita remuk-remukkan kemudian rendam dalam air bersih selama 1
Jam, bungkil ini akan menjadi mekar (penuh) karena menyerap air.
2. Kemudian
dibersihkan lagi dan dicampur dengan onggokan (gaplek atau singkong kering) agar
bugnkil itu bisa kental bila tidak dicampur onggok dia akan berderai seperti
pasir. Perbandingan bungkil dan onggok 5: 1 lebih murni bahannya akan lebih
tinggi mutu oncomnya.
3. Campuran itu
dimasukkan ke dalam bakul bumbu tutup dengan kayu, kalau jumlahnya banyak
susunlah bakul itu berderet ke atas dibiarkan beberapa saat hingga airnya
terkempa ke luar.
4. Campuran
bungkil yang telah dikeringkan tadi diserakkan di atas tikar. Diperiksa apakah
sudah cukup kempal, kalau belum ditambahkan tepung gaplek lalu diaduk sampai
rata betul. sudah rata terus ditanak seperti menanak nasi. Lamanya kurang lebih
1 ½ Jam (sampai matang).
5. Begitu masak
campurkan bungkil onggok ditampung dalam wadah yang bersih. Tanpa ditunggu
menjadi dingin campuran bungkil ini langsung dicetak biasanya memakai cetakan
yang terbuat dari seng kayu berukuran 12 X 12 cm dalam 2 cm bagian belakangnya
diberi tempat pemegang, masukkan campuran ke dalamnya kemudian dikeluarkan ke
atas daun pisang yang diletakkan diatas sasak bumbu. Bila sudah penuh diisi
lagi anyaman bambu berikutnya.
6. Biarkan
menjadi dingin kemudian ditaburi benih kapang Monilia Sitopila, tak usah terlalu banyak, kapang ini yang tumbuh
pada oncom. Merah jingga warnanya.
7. Bungkil yang
sudah ditaburi benih kapang itu ditutupi dengan daun bersih, sasak-sasak
disusun jadi satu dengan mengganjalnya antara satu dengan lainnya, kemudian
ditutup dengan karung goni.
8. Biarkan
bungkusan tadi sampai satu malam, dan besok harinya bungkil itu terasa panas,
untuk menurunkan panasnya sesak itu dibongkar sehingga udara masuk kedalamnya.
9. Sore harinya
bungkil tadi sudah ditumbuhi lapuk merah jingga halus seperti bledru.
Dibalikkan bungkil itu biarkan begitu smpai besok harinya.
10. Keesok
harinya bungkil itu sudah ditumbuhi lapuk tebal. Itulah oncom siap untuk diolah
menjadi lauk pauk atau digoreng tipis-tipis menjadi kripik oncom.
.0j' )o t �o,
H (
Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-theme-font:minor-latin;color:#0B0080'>Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha
mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk
menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan
gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam
keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe
unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang
(memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).
Tempe
berwarna keputih-putihan akibat hifa kapang yang melekatkan biji-biji kedelai.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak
banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih
mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh
karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari
bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.
Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada
tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan
terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna,
nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh
dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan
anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.
Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan
meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai
menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa
penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).
Bahan
alat-alat:
1. Kacang
kedelai
2. Kapang tempe
3. Periuk
4. Kompor
5. Daun pisang
6. tampah
Cara membuatnya:
1. Pertama-tama
kedelai itu diayak dan dibersihkan dari kotoran kemudian dicuci dengan air
sampai bersih, lalu kedelai yang bersih ini direndam selama 24 Jam dan disaring
lagi kalau masih ada kotoran yang tertinggal harus dicuci lagi sampai bersih,
kemudian kedelai itu diinjak-injak sampai kedelai itu berbelah seluruhnya dan
lalu dibersihkan kembali.
2. Seterusnya
direndam lagi selama 1 malam lalu dibersihkan kembali sampai hilang lendirnya.
3. Bila sudah
bersih kemudian direbus sampai masak airnya ditapis sampai menjadi kesat, dan
serakan di atas tikar sampai kedelai tadi dingin.
4. Kalau sudah
dingin barulah boleh ditaburi bibit cendawan tempe. Bibit cendawan tempe ini
akan melekat pada daun waru, pati atau daun pisang bekas pembungkus tempe. Daun
remasan ini ditutup pada tempe dan dibiarkan begitu sampai daun bewarna coklat
karena penuh dengan benih cendewan, remas-remas lalu campurkan daun ragi pada
kedelai yang sudah masak itu diauk-aduk, sampai remasan daun ragi itu bercampur
rata itulah bakal tempe.
5. Waktu memeras
harus dijaga jangan sampai suhunya terlalu dingin atau terlalu panas, sesudah
diperam semalam kedelai dengan daun pembungkusnya itu ditusuk-tusuk dengan
kawat agar dapat dimasuki udara dingin. Sudah diperam kira-kira 1 – 2 malam
jadilah tempe yang diharapkan.
Tempe goreng
Indonesia merupakan
negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia.
Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu,
dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco,
kecap,
dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat
ini diduga sekitar 6,45 kg.
Pada zaman pendudukan
Jepang di Indonesia, para tawanan perang yang diberi makan tempe
terhindar dari disentri dan busung lapar. Sejumlah
penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-an sampai dengan 1960-an juga
menyimpulkan bahwa banyak tahanan Perang Dunia II berhasil selamat karena tempe. Menurut Onghokham, tempe yang kaya
protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang padat dan
berpenghasilan relatif rendah.
Nama 'tempe' pernah digunakan di daerah perkotaan Jawa, terutama
Jawa tengah, untuk mengacu pada sesuatu yang bermutu rendah. Istilah seperti
'mental tempe' atau 'kelas tempe' digunakan untuk merendahkan dengan arti bahwa
hal yang dibicarakan bermutu rendah karena murah seperti tempe. Soekarno, Presiden Indonesia
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga
merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi
pembentukan radikal bebas.
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga
terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai
sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai.
Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteu dan Coreyne bacterium.
Penuaan (aging) dapat
dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan
yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya
dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan
dini.
Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat,
menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang
terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
Asam
Lemak
Selama
proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat
ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk
(polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.
Dalam
proses itu asam palmitat dan asam
linoleat sedikit
mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat
(asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak
jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum,
sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.
Vitamin
Dua
kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut
air (vitamin
B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis
vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2
(riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6
(piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Vitamin
B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan
nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin
B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari
bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan
tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari
kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5
kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat.
Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan
seperti Klebsiella pneumoniae dan
Citrobacter freundii.
Kadar
vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram
tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang
per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak
perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan
tempe dalam menu hariannya.
Mineral
Tempe
mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi,
tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87;
dan 8,05 mg setiap 100 g tempe. Sedangkan kapang tempe dapat menghasilkan enzim
fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral)
menjadi fosfor dan inositol.
Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi,
kalsium, magnesium, dan zink)
menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai
jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut tempe. Terdapat dua golongan
besar tempe menurut bahan dasarnya, yaitu tempe berbahan dasar legum dan tempe berbahan dasar non-legum.
Tempe bukan kedelai yang
berbahan dasar legum mencakup tempe koro benguk (dari biji kara
benguk, Mucuna
prurie L.D.C. var. utilis,
berasal dari sekitar Waduk
Kedungombo), tempe gude (dari kacang gude, Cajanus cajan),
tempe gembus (dari ampas kacang
gude pada pembuatan pati, populer di Lombok dan Bali
bagian timur), tempe kacang hijau (dari kacang hijau, terkenal di daerah Yogyakarta), tempe kacang
kecipir (dari kecipir,
Psophocarpus tetragonolobus), tempe kara pedang (dari biji kara
pedang Canavalia ensiformis),
tempe lupin (dari lupin, Lupinus angustifolius), tempe kacang merah (dari kacang merah, Phaseolus
vulgaris), tempe kacang tunggak (dari kacang tunggak, Vigna unguiculata), tempe kara wedus
(dari biji kara
wedus Lablab purpures),
tempe kara (dari kara
kratok, Phaseolus
lunatus, banyak ditemukan di Amerika Utara), dan tempe menjes (dari kacang tanah dan kelapa, terkenal di sekitar Malang).
Tempe berbahan dasar non-legum mencakup tempe mungur (dari biji mungur, Enterolobium samon),
tempe bongkrek (dari bungkil kapuk atau
ampas kelapa, terkenal di daerah Banyumas), tempe garbanzo
(dari ampas kacang atau ampas kelapa, banyak ditemukan di Jawa Tengah), tempe biji karet
(dari biji karet, ditemukan di daerah Sragen, jarang digunakan untuk makanan), dan tempe jamur merang (dari jamur merang).
No comments:
Post a Comment