Mengenal Phylum Nemathelminthes
Nemathelminthes (dalam bahasa yunani, nema = benang, helminthes = cacing) disebut sebagai cacing gilig karan tubuhnya berbentuk bulat panjang atau seperti benang.Berbeda dengan Platyhelminthes yang belum memiliki rongga tubuh, Nemathelminthes sudah memiliki rongga tubuh meskipun bukan rongga tubuh sejati.Oleh karena memiliki rongga tubuh semu, Nemathelminthes disebut sebagai hewan Pseudoselomata.
Ciri tubuh
Ciri tubuh Nemathelminthes meliputi ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi tubuh.
Ukuran dan bentuk tubuh
Ukuran tubuh Nemathelminthes umunya mikroskopis, meskipun ada yang panjang nya sampai 1 meter.Individu betina berukuran lebih besar daripada individu jantan.Tubuh berbentuk bulat panjang atau seperti benang dengan ujung-ujung yang meruncing.
Struktur dan fungsi tubuh
Permukaan tubuh Nemathelminthes dilapisi kutikula untuk melindungi diri.Kutikula ini lebih kuat pada cacing parasit yang hidup di inang daripada yang hidup bebas.Kutikula berfungsi untuk melindungi dari dari enzim pencernaan inang.
Nemathelminthes memiliki sistem percenaan yang lengkap terdiri dari mulut, faring, usus, dan anus.Mulut terdapat pada ujung anterior, sedangkan anus terdapat pada ujung posterior. Beberapa Nemathelminthes memiliki kait pada mulutnya.
Nemathelminthes tidak memiliki pembuluh darah. Makanan diedarkan keseluruh tubuh melalui cairan pada pseudoselom.
Nemathelminthes tidak memiliki sistem respirasi, pernapasan dilakukan secara difusi melalui permukaan tubuh.Organ reproduksi jantan dan betina terpisah dalam individu berbeda.
Cara hidup dan habitat
Nemathelminthes hidup bebas atau parasit pada manusia, hewan, dan tumbuhan.Nemathelminthes yang hidup bebas berperan sebagai pengurai sampah organik, sedangkan yang parasit memperoleh makanan berupa sari makanan dan darah dari tubuh inangnya.
Habitat cacing ini berada di tanah becek dan di dasar perairan tawar atau laut.Nemathelminthes parasit hidup dalam inangnya.
Reproduksi
Nemathelminthes umumnya melakukan reproduksi secara seksual.Sistem reproduksi bersifat gonokoris, yaitu organ kelamin jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda.Fertilisasi terjadi secara internal.Telur hasil fertilisasi dapat membentuk kista dan kista dapat bertahan hidup pada lingkungan yang tidak menguntungkan.
Klasifikasi
Nemathelminthes dibagi menjadi dua kelas, yaitu Nematoda dan Nematophora.Pada uraian berikut akan dibahas beberapa spesies dari nematoda yang merupakan parasit bagi manusia.
Ascaris lumbricoides (cacing perut)
Cacing ini hidup di dalam usus halus manusia sehingga sering kali disebut cacing perut.Ascaris lumbricoides merupakan hewan dioseus, yaitu hewan dengan jenis kelamin berbeda, bukan hemafrodit.Ascaris lumbricoides hanya berkembang biak secara seksual.Ascaris lumbricoides jantan memiliki sepasang alat berbentuk kait yang menyembul dari anus disebut spikula.Spikula berfungsi untuk membuka pori kelamin cacing bretina dan memindahkan sperma saat kawin.
Infeksi cacing ini menyebabkan penyakit askariasis atau cacingan, umumnya pada anak-anak.Infeksi ini terjadi pada saat mengkonsumsi makanan tau minuman yang tercemar telur ascaris.
Ancylostoma duodenale (cacing tambang)
Cacing ini dinamakan cacing tambang karena ditemukan di pertambangan daerah tropis.Cacing tambang dapat hidup sebagai parasit dengan menyerap darah dan cairan tubuh pada usus halus manusia.Cacing ini memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari cacing perut.Cacing tambang Ancylostoma memiliki ujung anterior melengkung membentuk kapsul mulut dengan 1 -4 pasang kait kitin atau gigi pada sisi ventralnya.Kait kitin berfungsi untuk menempel pada usus inangnnya.Pada ujung posterior cacing tambang jantan terdapat bursa kopulasi.Alat ini digunakan untuk menangkap dan memegang cacing betina saat kawin.Cacing betina memiliki vulva (organ kelamin luar) yang terdapat didekat bagian tengah tubuhnya.
Oxyuris vermicularis (cacing kremi)
Cacing ini disebut cacing kremi karena ukurannya yang sangat kecil. sekitar 10 -15 mm. Cacing kremi hidup di dalam usus besar manusia.Cacing kremi tidak menyebabkan penyakit yang berbahaya namun cukup mengganggu.Infeksi cacing kremi tidak memerlukan perantara.Telur cacing dapat tertelan bila kita memakan makanan yang terkontaminasi telur cacing ini.
Pengulangan daur infeksi cacing kremi secara autoinfeksi, yaitu dilakukan ole penderita sendiri.Cacing ini bertelur pada anus penderita dan menyebabkan rasa gatal.Jika penderita sering menggaruk pada bagian anus dan tidak menjaga kebersihan tangan, maka infeksi cacing kremi akan terjadi kembali.
Wuchereria bancrofti (cacing rambut)
Cacing rambut dinamakan pula cacing filaria.Tempat hidupnya di dalam pembuluh limfa.Cacing ini menyebabkan penyakit kaki gajah ( elefantiasis ), yaitu pembengkakan tubuh.Pembengkakan terjadi karena akumulasi cairan dalam pembuluh limfa yang tersumbat oleh cacing filaria dalam jumlah banyak.Cacing filaria masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Culex yang banyak terdapat di daerah tropis.
Trichinella spiralis
Cacing ini hidup pada otot manusia dan menyebabkan penyakit trikhinosis atau kerusakan otot.Manusia yang terinfeksi cacing ini karena memakan daging yang tidak dimasak dengan baik.
Komentar (19)
Cacing Kremi Juga Menyerang Vagina
JANGAN anggap enteng cacingan. Penyakit yang biasa ditemui di wilayah tropis termasuk Indonesia itu bisa menurunkan kualitas kecerdasan otak jika tidak segera ditangani dengan serius.
"Ancaman penyakit cacingan pada generasi penerus perlu ditangani secara serius, konsisten dan berkesinambungan sebab cacingan menyebabkan anak kekurangan gizi, anemia dan kecerdasan mereka menurun," kata Saleha Sungkar, ahli parasitologi Fakultas Kedokteran UI dalam Program Edukasi Bahaya Cacingan di Sekolah, Jakarta, Senin (31/1).
Menurut Saleha, di wilayah tropis seperti Indonesia cacing usus yang sering ditemukan adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiuria) serta cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale).
"Cacing menyebabkan diare, menyerap gizi, vitamin, serta darah si anak dan dapat menimbulkan pendarahan usus sehingga anak akan mengalami hambatan perkembangan fisik dan kecerdasan," imbuh sang profesor.
Oleh karena itu, menurut dia, pengendalian cacing merupakan strategi paling efektif untuk meningkatkan kualitas SDM di negara-negara berkembang seperti Indonesia dengan memulai meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit tersebut.
Dalam kesempatan yang sama saleha mengungkapkan infeksi cacing parasit di Jakarta belum bisa diberantas 100 persen. namun setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, penelitian yang dilakukan Departemen Parasitologi FKUI menunjukkan jumlah penderitanya makin berkurang.
Menurut Saleha, jika seluruh siswa Sekolah Dasar (SD) di Jakarta diperiksa antara tahun 2003-2005, jumlah siswa yang cacingan masih berkisar antara 50-60 persen. Penelitian yang dilakukan di SDN 06 Kalibaru Jakarta Utara sekitar 2 tahun lalu masih menunjukkan 60 persen siswanya cacingan.
Namun beberapa penelitian berskala kecil yang dilakukan FKUI dalam setahun terakhir menunjukkan bahwa angkanya saat ini sudah lebih sedikit. Salah satunya dilakukan tahun 2010 di SDN Paseban Jakarta Pusat, hasilnya hanya 19 dari ratusan siswa yang teridentifikasi positif cacingan.
Penelitian serupa juga dilakukan pekan lalu di Pondok Pesantren Tapak Sunan, Condet Jakarta Timur. Dari 350 santri yang diperiksa, hanya 9 yang didiagnosis positif terinfeksi cacing parasit dan perlu diobati.
" Jika ingin memberantas cacingan, kuncinya adalah kebersihan lingkungan dan semua orang harus punya septic tank," ungkapnya.
Prof Saleha mengungkapan cacingan merupakan penyakit yang diperantarai oleh tanah atau soil transmitted helminth. Jika tinja ditampung dalam septic tank, telur cacing tidak akan terlibat kontak dengan tanah sehingga tidak akan menulari.
“Masalahnya beberapa pemukiman di Jakarta masih mengalirkan WC-nya ke got, sementara saat udara panas air di got diambil untuk menyiram jalan. Setelah kering, telur yang telah menyentuh tanah akan terbang ke udara dan hinggap di makanan,” ujarnya.
Kebiasaan buruk lainnya adalah menyiram kebun sayuran dengan air kali. Padalah sebagian kali di Jakarta dimanfaatkan juga untuk buang air besar, sehingga telur-telur cacing dari tinja bisa terbawa air lalu menempel di sayuran dan menulari orang-orang yang menyantapnya mentah-mentah sebagai lalapan.
Jika ingin tetap mengonsumsi lalapan, cucilah dengan air mengalir sampai bersih, jadi telur cacing yang tersembunyi di sayuran bisa hilang. Hindari mencuci sayuran di wadah dengan air yang sama, karena telur cacing yang terlepas bisa kembali menempel.
Biasakan mencuci tangan dengan sabun jika anak hendak makan. Bersihkan tangan dengan seksama, termasuk di bagian kuku tempat telur cacing suka bersembunyi. Karena gejala cacingan kadang tidak tampak, sesekali lakukan tes feses untuk melihat ada tidaknya cacing pada anak. Jangan lupa, konsumsi obat cacing secara berkala.
"Jangan asal minum obat cacing. Cek feses dulu, misalnya 6 bulan sekali. Jika ada cacingnya, minumlah obat cacing," pungkas profesor.
Jadi jangan asal minum obat cacing ya! (go4/*****)
Sebuah penelitian di Vietnam menunjukkan bahwa cacing parasit yang hidup di usus manusia seperti cacing tambang, memungkinkan untuk dikembangkan sebagai perawatan baru dalam mengatasi asma dan alergi.
Infeksi yang disebabkan oleh cacing tambang dan parasit lainnya sudah menjadi endemik di Vietnam, tapi rata-rata penyakit
asma dan alergi masih terbilang rendah di daerah tersebut. Peneliti dari Inggris dan Vietnam memberikan perawatan terhadap anak-anak sekitar untuk membersihkan tubuh anak tersebut dari infeksi cacing usus.
Para ahli percaya bahwa selama jutaan tahun cacing berevolusi, sehingga bisa menurunkan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan cacing tersebut bisa memperpanjang kelangsungan hidupnya di dalam tubuh manusia.
Daerah yang dipilih sebagai pusat penelitian adalah sebuah desa di pusat Vietnam, dimana setiap dua dari tiga anak-anak terinfeksi cacing tambang dan parasit usus lainnya serta jarang sekali ditemukan penyakit alergi. Penelitian ini melibatkan 1.500 anak sekolah berusia 6 sampai 17 tahun. Beberapa anak tersebut diberi tablet berulang untuk membersihkan cacing dari tubuhnya dan didapatkan anak-anak yang menerima tablet tersebut risiko terkena alerginya meningkat secara signifikan.
Didapatkan lebih dari 80 persen penderita asma juga memiliki alergi terhadap debu atau alergen lingkungan lainnya dan peneliti sangat yakin bahwa cacing dalam usus tersebut memiliki potensi untuk mengubah respons kekebalan tubuh manusia.
"Langkah berikutnya adalah memahami dengan persis bagaimana parasit dalam usus tersebut mempengaruhi sistem kekebalan tubuh manusia dan melindungi terhadap alergi," ujar Dr Carsten Flohr, seorang peneliti dari University of Nottingham, seperti dikutip dari BBC, Rabu (30/9/2009).
Flohr berharap hasil ini bisa membantu pengembangan pengobatan baru untuk menyeimbangkan sistem kekebalan tubuh sehingga tidak merespons alergen atau tidak memicu serangan asma. Namun, masih dibutuhkan penelitian ilmiah yang panjang untuk menentukan apakah cara ini benar-benar efektif untuk mengatasi asma dan alergi pada manusia.
Jakarta, Kucing dikenal sebagai binatang peliharaan yang manja, salah satu karakteristiknya adalah suka dibelai. Biasakan cuci tangan setelah membelainya, sebab di balik bulunya yang lembut bisa saja ada telur cacing pita yang bisa berpidah ke tangan.
Cacing pita (Taennia) merupakan jenis cacing parasit yang banyak menginfeksi kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata), mulai dari babi, sapi hingga manusia. Telur cacing ini sering ditularkan melalui daging binatang yang terinfeksi, namun tidak dimasak hingga matang sempurna.
Meski hanya menginfeksi vertebrata, penularan cacing pita bisa juga diperantarai oleh serangga yakni kutu anjing dan kutu kucing. Oleh karena itu, kucing, anjing dan binatang peliharaan lainnya tidak hanya menularkan cacing ini melalui daging tetapi juga lewat kutu yang ada di tubuhnya.
Tanpa adanya kutu sekalipun, cacing pita juga bisa menular saat membelai binatang peliharaan yang sudah terinfeksi. Kotoran binatang tersebut pasti mengandung telur atau larva, yang kadang-kadang menempel juga di tubuhnya apalagi jika jarang dimandikan.
Oleh karena itu cara terbaik untuk mencegah penularannya adalah dengan mencuci tangan setelah bersentuhan dengan binatang peliharaan. Langkah pencegahan berikutnya tentu saja menjaga kesehatan bianatang peliharaan dengan sering-sering membersihkannya.
Amati juga kemungkinan adanya gejala-gejala infeksi cacing pita, obati sesegera mungkin jika memang ada infeksi. Bagi pecinta binatang, tidak sulit untuk mengenali gejala infeksi cacing pita pada peliharaannya berdasarkan berubahan perilaku dan penurunan berat badan.
Dikutip dari Therealowner, Rabu (22/12/2010), salah satu perilaku binatang peliharaan yang menunjukkan adanya infeksi cacing pita adalah sering menyeret pantat di lantai atau karpet. Mirip seperti cacing kremi, cacing pita juga menyebabkan iritasi di anus sehingga memicu rasa gatal di bagian tersebut.
Sementara itu berat badannya juga turun meski porsi makan tidak berkurang. Infeksi cacing pita menyebabkan sebagian besar nutrisi dari makanan yang disantap akan diserap oleh parasit dan tidak sempat diserap oleh tubuh binatang peliharaan.
Jika gejala-gejala itu sudah tampak, cara untuk memastikannya adalah mengamati adanya cacing dewasa pada kotoran atau muntahannya jika infeksi tersebut sampai menyebabkan binatang peliharan mual-muntah. Agak menjijikkan memang, tapi itulah cara paling mudah untuk mendiagnosis infeksi cacing pita pada binatang.
Sumber http://www.detikhealth.com/read/2010/12/22/111659/1530490/766/cacing-pita-bisa-menular-saat-membelai-kucing
Cacing Pita yang Memakan Otak Manusia
Info, hati2 dan jaga pola makan kita untuk menghindari gejala tersebut, menjaga lebih baik dari pada mengobati
(Foto : Macroevolution)
North Caroline, Hilang keseimbangan, pusing-pusing, sulit menelan dan tubuh mati rasa sering didiagnosa sebagai gejala tumor otak. Tapi bisa jadi itu bukan tumor otak melainkan gejala cysticercosis. Penyebabnya adalah cacing pita yang menggerogoti dan memakan otak manusia.
Gejala awal yang dikeluhkan pasien itu memang mirip dengan gejala tumor otak atau penyakit stroke. Bahkan ketika dilakukan scan MRI, pertumbuhan tidak normal di otak terlihat seperti pertumbuhan tumor.
Namun ketika Dr Peter Nakaji, ahli bedah dari the Barrow Neurological Institute mengoperasi seorang pasiennya dengan kelainan tersebut, ia kaget karena menemukan sesuatu yang aneh pada otak pasiennya.
"Sebagai dokter bedah saya banyak menemukan hal-hal buruk dan aneh, termasuk ketika saya menemukan cacing parasit hidup yang sedang menggerogoti otak pasien. Cacing itu bisa menyebabkan kemunduran otak dengan sangat cepat," ujar Nakaji seperti dikutip dari Livescience, Senin (21/12/2009).
Cacing parasit yang masuk ke dalam otak itu adalah cacing Taenia solium yang hidup pada jaringan hewan babi. "Seseorang yang terinfeksi cacing pita ini bukan berarti jorok, tapi mungkin saja berasal dari makanan yang mengandung parasit cacing tersebut," kata Nakaji.
Kasus cacing parasit pada otak manusia ini semakin meningkat di Amerika. Lebih dari 20 persen ahli saraf di California pernah mendapatkan kasus ini. Cacing parasit yang dikenal dengan cysticercosis ini berasal dari usus babi dan bisa masuk dalam tubuh manusia serta berkembang di organ usus atau otak.
Jika seseorang makan larva cacing yang terdapat dalam daging, maka larva itu akan berujung di usus dan berkembang seperti alien. Seekor cacing bisa menghasilkan 50.000 telur setiap harinya. Tapi jika daging itu tercemar oleh telur dari kotoran babi dan dimasak deengan panas yang tidak sempurna, maka itulah yang memicu tumbuhnya cacing di otak.
"Berbeda dengan larva, telur cacing lebih mungkin untuk melewati aliran darah. Dari sana, telur bisa menjalar ke seluruh bagian tubuh, termasuk otot, permukaan bawah kulit dan otak," Raymond Kuhn, Professor biologi dan ahli parasit dari Wake Forest University, Winston-Salem, North Caroline.
Menurut Kuhn, cysticercosis adalah masalah besar di beberapa negara Amerika Latin dan Meksiko karena kebiasaan orang di sana yang mengonsumsi daging babi setengah matang. Penyakit ini bisa menular jika orang yang terinfeksi punya kebiasaan buruk seperti jarang mencuci tangan.
"Telur-telur cacing Taenia solium itu bisa bertahan hidup di formaldehid, bahan yang keras dan berbahaya sekalipun. Bayangkan jika ia hidup di jaringan yang tidak berbahaya seperti organ tubuh manusia. Jika dibiarkan terus, ia bisa menghabisi organ-organ penting dalam tubuh manusia," ujar Kuhn.
Untuk beberapa kasus, operasi pengangkatan cacing dalam tubuh tidak diperlukan karena cukup dengan obat, cacing tersebut bisa mati. Namun jika cacing tersebut sudah memasuki daerah percabangan pada otak, maka tidak ada lagi langkah yang bisa menyelamatkan pasien selain operasi pengangkatan cacing karena jika dibiarkan risiko kematian pun bisa menghampiri.
(fah/ir)
Gambar
|
200 x 191
Gambar (4)
|
Death Worm: Cacing
400 x 272
Gambar (4)
|
Gatal-gatal akibat infeksi cacing kremi tidak hanya bisa dirasakan di daerah dubur. Pada wanita, cacing tersebut bisa juga menyerang daerah sekitar alat kelamin termasuk vagina dan saluran telur sehingga mengganggu sistem reproduksi.
Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis merupakan cacing parasit yang banyak menginfeksi anak-anak maupun dewasa dan ditandai dengan gejala khas berupa rasa gatal di sekitar anus. Cacing dewasa dalam jumlah banyak kadang-kadang bisa ditemukan pada feses atau tinja orang yang terinfeksi.
Dalam siklus hidupnya di dalam tubuh manusia, cacing kremi selalu berpindah-pindah. Sejak berbentuk telur hingga menetas, cacing ini tinggal di usus 12 jari kemudian setelah berubah menjadi larva akan berpindah ke usus tengah yang merupakan bagian atas sistem penyerapan nutrisi.
Setelah dewasa, cacing ini akan bermigrasi ke bagian anus kemudian bergerombol dan menyebabkan rasa gatal di bagian tersebut. Sebagian di antaranya juga akan keluar bersama feses atau tinja dan umumnya bisa diamati dengan mata telanjang, berupa cacing putih yang bergerak-gerak.
Nah, dalam pengembaraannya menuju anus inilah, cacing dewasa sering tersesat lalu bersarang di bagian-bagian yang tidak seharusnya kemudian bersarang di sana untuk bertelur. Salah satunya adalah vagina, yang sering menjadi tempat bersarang cacing kremi dewasa khususnya yang betina.
Di vagina, cacing kremi bisa menyebabkan gatal atau bahkan radang yang pada tingkat keparahan tertentu bisa disertai koreng. Infeksinya bahkan bisa lebih jauh lagi, cacing-cacing itu kadang menyebar hingga saluran telur sehingga bisa mengganggu sistem reproduksi.
“Kalau sudah sampai menginfeksi vagina, pengobatannya tidak bisa lagi pakai obat cacing biasa yang isinya pirantel pamoat. Harus pakai albendazol,” kata ahli parasitologi dari Universitas Indonesia, Prof dr Saleha Sungkar, DAP&E, MS saat ditemui dalam kick off Program Edukasi Bahaya Cacingan di Sekolah yang diselenggarakan oleh Combantrine di SD Al Ikhlas, Cipete, Jakarta Selatan, Senin (31/1/2011).
Lantas apakah cacing kremi di vagina bisa menular melalui seks oral?
Menurut Prof Saleha, sebagian besar jenis cacing parasit termasuk cacing kremi merupakan soil transmited infection yang penularannya harus diperantarai oleh tanah. Telur cacing parasit baru akan menjadi bentuk infektif (bisa menginfeksi) jika sudah berada di tanah, kemudian masuk lewat saluran pencernaan.
“Penularan cacing harus melalui tanah, terutama tanah liat. Bahkan tinja sekalipun kalau langsung dijilat tidak akan menularkan cacing. Telur cacing yang terbang ke udara juga hanya akan menular jika hinggap di makanan, jadi tidak menular lewat pernapasan,” tambah Prof Saleha.
sumber: GOMBHAL MUKIYO
Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis merupakan cacing parasit yang banyak menginfeksi anak-anak maupun dewasa dan ditandai dengan gejala khas berupa rasa gatal di sekitar anus. Cacing dewasa dalam jumlah banyak kadang-kadang bisa ditemukan pada feses atau tinja orang yang terinfeksi.
Dalam siklus hidupnya di dalam tubuh manusia, cacing kremi selalu berpindah-pindah. Sejak berbentuk telur hingga menetas, cacing ini tinggal di usus 12 jari kemudian setelah berubah menjadi larva akan berpindah ke usus tengah yang merupakan bagian atas sistem penyerapan nutrisi.
Setelah dewasa, cacing ini akan bermigrasi ke bagian anus kemudian bergerombol dan menyebabkan rasa gatal di bagian tersebut. Sebagian di antaranya juga akan keluar bersama feses atau tinja dan umumnya bisa diamati dengan mata telanjang, berupa cacing putih yang bergerak-gerak.
Nah, dalam pengembaraannya menuju anus inilah, cacing dewasa sering tersesat lalu bersarang di bagian-bagian yang tidak seharusnya kemudian bersarang di sana untuk bertelur. Salah satunya adalah vagina, yang sering menjadi tempat bersarang cacing kremi dewasa khususnya yang betina.
Di vagina, cacing kremi bisa menyebabkan gatal atau bahkan radang yang pada tingkat keparahan tertentu bisa disertai koreng. Infeksinya bahkan bisa lebih jauh lagi, cacing-cacing itu kadang menyebar hingga saluran telur sehingga bisa mengganggu sistem reproduksi.
“Kalau sudah sampai menginfeksi vagina, pengobatannya tidak bisa lagi pakai obat cacing biasa yang isinya pirantel pamoat. Harus pakai albendazol,” kata ahli parasitologi dari Universitas Indonesia, Prof dr Saleha Sungkar, DAP&E, MS saat ditemui dalam kick off Program Edukasi Bahaya Cacingan di Sekolah yang diselenggarakan oleh Combantrine di SD Al Ikhlas, Cipete, Jakarta Selatan, Senin (31/1/2011).
Lantas apakah cacing kremi di vagina bisa menular melalui seks oral?
Menurut Prof Saleha, sebagian besar jenis cacing parasit termasuk cacing kremi merupakan soil transmited infection yang penularannya harus diperantarai oleh tanah. Telur cacing parasit baru akan menjadi bentuk infektif (bisa menginfeksi) jika sudah berada di tanah, kemudian masuk lewat saluran pencernaan.
“Penularan cacing harus melalui tanah, terutama tanah liat. Bahkan tinja sekalipun kalau langsung dijilat tidak akan menularkan cacing. Telur cacing yang terbang ke udara juga hanya akan menular jika hinggap di makanan, jadi tidak menular lewat pernapasan,” tambah Prof Saleha.
sumber: GOMBHAL MUKIYO
Penyakit Cacingan Ancam Kecerdasan Anak
Lifestyle + / Selasa, 1 Februari 2011 08:14 WIB
"Ancaman penyakit cacingan pada generasi penerus perlu ditangani secara serius, konsisten dan berkesinambungan sebab cacingan menyebabkan anak kekurangan gizi, anemia dan kecerdasan mereka menurun," kata Saleha Sungkar, ahli parasitologi Fakultas Kedokteran UI dalam Program Edukasi Bahaya Cacingan di Sekolah, Jakarta, Senin (31/1).
Menurut Saleha, di wilayah tropis seperti Indonesia cacing usus yang sering ditemukan adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiuria) serta cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale).
"Cacing menyebabkan diare, menyerap gizi, vitamin, serta darah si anak dan dapat menimbulkan pendarahan usus sehingga anak akan mengalami hambatan perkembangan fisik dan kecerdasan," imbuh sang profesor.
Oleh karena itu, menurut dia, pengendalian cacing merupakan strategi paling efektif untuk meningkatkan kualitas SDM di negara-negara berkembang seperti Indonesia dengan memulai meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit tersebut.
Dalam kesempatan yang sama saleha mengungkapkan infeksi cacing parasit di Jakarta belum bisa diberantas 100 persen. namun setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, penelitian yang dilakukan Departemen Parasitologi FKUI menunjukkan jumlah penderitanya makin berkurang.
Menurut Saleha, jika seluruh siswa Sekolah Dasar (SD) di Jakarta diperiksa antara tahun 2003-2005, jumlah siswa yang cacingan masih berkisar antara 50-60 persen. Penelitian yang dilakukan di SDN 06 Kalibaru Jakarta Utara sekitar 2 tahun lalu masih menunjukkan 60 persen siswanya cacingan.
Namun beberapa penelitian berskala kecil yang dilakukan FKUI dalam setahun terakhir menunjukkan bahwa angkanya saat ini sudah lebih sedikit. Salah satunya dilakukan tahun 2010 di SDN Paseban Jakarta Pusat, hasilnya hanya 19 dari ratusan siswa yang teridentifikasi positif cacingan.
Penelitian serupa juga dilakukan pekan lalu di Pondok Pesantren Tapak Sunan, Condet Jakarta Timur. Dari 350 santri yang diperiksa, hanya 9 yang didiagnosis positif terinfeksi cacing parasit dan perlu diobati.
" Jika ingin memberantas cacingan, kuncinya adalah kebersihan lingkungan dan semua orang harus punya septic tank," ungkapnya.
Prof Saleha mengungkapan cacingan merupakan penyakit yang diperantarai oleh tanah atau soil transmitted helminth. Jika tinja ditampung dalam septic tank, telur cacing tidak akan terlibat kontak dengan tanah sehingga tidak akan menulari.
“Masalahnya beberapa pemukiman di Jakarta masih mengalirkan WC-nya ke got, sementara saat udara panas air di got diambil untuk menyiram jalan. Setelah kering, telur yang telah menyentuh tanah akan terbang ke udara dan hinggap di makanan,” ujarnya.
Kebiasaan buruk lainnya adalah menyiram kebun sayuran dengan air kali. Padalah sebagian kali di Jakarta dimanfaatkan juga untuk buang air besar, sehingga telur-telur cacing dari tinja bisa terbawa air lalu menempel di sayuran dan menulari orang-orang yang menyantapnya mentah-mentah sebagai lalapan.
Jika ingin tetap mengonsumsi lalapan, cucilah dengan air mengalir sampai bersih, jadi telur cacing yang tersembunyi di sayuran bisa hilang. Hindari mencuci sayuran di wadah dengan air yang sama, karena telur cacing yang terlepas bisa kembali menempel.
Biasakan mencuci tangan dengan sabun jika anak hendak makan. Bersihkan tangan dengan seksama, termasuk di bagian kuku tempat telur cacing suka bersembunyi. Karena gejala cacingan kadang tidak tampak, sesekali lakukan tes feses untuk melihat ada tidaknya cacing pada anak. Jangan lupa, konsumsi obat cacing secara berkala.
"Jangan asal minum obat cacing. Cek feses dulu, misalnya 6 bulan sekali. Jika ada cacingnya, minumlah obat cacing," pungkas profesor.
Jadi jangan asal minum obat cacing ya! (go4/*****)
Cacing Usus Melindungi Tubuh dari Alergi dan Asma
Vera Farah Bararah - detikHealthJakarta, Selama ini cacing yang hidup di usus manusia hanya dikenal sebagai parasit dan pengganggu saja. Tapi peneliti dari Inggris dan Vietnam menemukan bahwa cacing usus tersebut bisa bermanfaat untuk pengobatan asma dan alergi.Sebuah penelitian di Vietnam menunjukkan bahwa cacing parasit yang hidup di usus manusia seperti cacing tambang, memungkinkan untuk dikembangkan sebagai perawatan baru dalam mengatasi asma dan alergi.
Infeksi yang disebabkan oleh cacing tambang dan parasit lainnya sudah menjadi endemik di Vietnam, tapi rata-rata penyakit
asma dan alergi masih terbilang rendah di daerah tersebut. Peneliti dari Inggris dan Vietnam memberikan perawatan terhadap anak-anak sekitar untuk membersihkan tubuh anak tersebut dari infeksi cacing usus.
Para ahli percaya bahwa selama jutaan tahun cacing berevolusi, sehingga bisa menurunkan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan cacing tersebut bisa memperpanjang kelangsungan hidupnya di dalam tubuh manusia.
Daerah yang dipilih sebagai pusat penelitian adalah sebuah desa di pusat Vietnam, dimana setiap dua dari tiga anak-anak terinfeksi cacing tambang dan parasit usus lainnya serta jarang sekali ditemukan penyakit alergi. Penelitian ini melibatkan 1.500 anak sekolah berusia 6 sampai 17 tahun. Beberapa anak tersebut diberi tablet berulang untuk membersihkan cacing dari tubuhnya dan didapatkan anak-anak yang menerima tablet tersebut risiko terkena alerginya meningkat secara signifikan.
Didapatkan lebih dari 80 persen penderita asma juga memiliki alergi terhadap debu atau alergen lingkungan lainnya dan peneliti sangat yakin bahwa cacing dalam usus tersebut memiliki potensi untuk mengubah respons kekebalan tubuh manusia.
"Langkah berikutnya adalah memahami dengan persis bagaimana parasit dalam usus tersebut mempengaruhi sistem kekebalan tubuh manusia dan melindungi terhadap alergi," ujar Dr Carsten Flohr, seorang peneliti dari University of Nottingham, seperti dikutip dari BBC, Rabu (30/9/2009).
Flohr berharap hasil ini bisa membantu pengembangan pengobatan baru untuk menyeimbangkan sistem kekebalan tubuh sehingga tidak merespons alergen atau tidak memicu serangan asma. Namun, masih dibutuhkan penelitian ilmiah yang panjang untuk menentukan apakah cara ini benar-benar efektif untuk mengatasi asma dan alergi pada manusia.
Cacing Pita Bisa Menular Saat Membelai Kucing
Cacing pita (Taennia) merupakan jenis cacing parasit yang banyak menginfeksi kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata), mulai dari babi, sapi hingga manusia. Telur cacing ini sering ditularkan melalui daging binatang yang terinfeksi, namun tidak dimasak hingga matang sempurna.
Meski hanya menginfeksi vertebrata, penularan cacing pita bisa juga diperantarai oleh serangga yakni kutu anjing dan kutu kucing. Oleh karena itu, kucing, anjing dan binatang peliharaan lainnya tidak hanya menularkan cacing ini melalui daging tetapi juga lewat kutu yang ada di tubuhnya.
Tanpa adanya kutu sekalipun, cacing pita juga bisa menular saat membelai binatang peliharaan yang sudah terinfeksi. Kotoran binatang tersebut pasti mengandung telur atau larva, yang kadang-kadang menempel juga di tubuhnya apalagi jika jarang dimandikan.
Oleh karena itu cara terbaik untuk mencegah penularannya adalah dengan mencuci tangan setelah bersentuhan dengan binatang peliharaan. Langkah pencegahan berikutnya tentu saja menjaga kesehatan bianatang peliharaan dengan sering-sering membersihkannya.
Amati juga kemungkinan adanya gejala-gejala infeksi cacing pita, obati sesegera mungkin jika memang ada infeksi. Bagi pecinta binatang, tidak sulit untuk mengenali gejala infeksi cacing pita pada peliharaannya berdasarkan berubahan perilaku dan penurunan berat badan.
Dikutip dari Therealowner, Rabu (22/12/2010), salah satu perilaku binatang peliharaan yang menunjukkan adanya infeksi cacing pita adalah sering menyeret pantat di lantai atau karpet. Mirip seperti cacing kremi, cacing pita juga menyebabkan iritasi di anus sehingga memicu rasa gatal di bagian tersebut.
Sementara itu berat badannya juga turun meski porsi makan tidak berkurang. Infeksi cacing pita menyebabkan sebagian besar nutrisi dari makanan yang disantap akan diserap oleh parasit dan tidak sempat diserap oleh tubuh binatang peliharaan.
Jika gejala-gejala itu sudah tampak, cara untuk memastikannya adalah mengamati adanya cacing dewasa pada kotoran atau muntahannya jika infeksi tersebut sampai menyebabkan binatang peliharan mual-muntah. Agak menjijikkan memang, tapi itulah cara paling mudah untuk mendiagnosis infeksi cacing pita pada binatang.
Sumber http://www.detikhealth.com/read/2010/12/22/111659/1530490/766/cacing-pita-bisa-menular-saat-membelai-kucing
No comments:
Post a Comment