Essay,
Oleh : Tarmizi, Bsc
Alam dan Manusia
Di
pantai nan indah... ombak bergulung...
memutih berkilauan berlari, berlomba,
berkejaran ke pantai, menerpa,
memecah, menghempas karang.
Berdesir dan
berirama, melagukan nyanyian yang punya beribu makna.
Bocah-bocah yang merekah
menjelang tua,
pada bersorak bermandi ombak,
dan berjemur bermandi cahaya mentari
keemasan.
Nun... di kejauhan
pinggiran langit...
biduk pincalang, lanacang kuning, bagan dan perahu nelayan,
menantang keangkeran samudera untuk sesuap nasi bagi anak isteri.
Di sisi
lain... boat boat meluncur laju, menyibak air,
menyeret mereka yang bermain
ski, sambil bernyanyi riang.
Di pantai ini, pepohohanan
nyiur menjulang ke laut...
entah mencoba menjenguk dalamnya samudera,
dan melambai
ditiup sang bayu memanggil nelayan
balik ke tepi atau pelancong domestik dan
mancanegara...
yang pasti, mewarnai pinggiran pantai dengan kehijauannya,
pelindung semak dan terna serta membentengi badai samudera.
Danau nan
indah diapit lingkungan bukit...
yang kebiruan atau kecoklatan.
Lembah yang
dihiasi sungai meliuk berliku-liku,
dan jeram-jeram yang memutih melompati
tebing-tebing
disertai dengan nyanyian desirannya yang kahas, mengasikkan.
Mega yang
berserakan berarak mengiringi Siraja klana,
dan menyelimuti puncak gunung nan tinggi,
yang ditutupi halimun
menyembunyikan kejangkungannya.
Di pegunungan yang tinggi, puncaknya gundul memutih,
itulah salju abadi yang memvariasikan kebiruan dan kedigjayaannya.
Dan dikedangkalan lautan,
kita saksikan
taman laut nan indah mempesona.
Keindahan beginipun dapat
dipindahkan ke dalam aquarium,
ntuk kejelian beribu mata pengunjung.
Samudera raya tak
bertepi...
itulah yang ditemui seorang pelaut, kebesaranNYA yang
menggiriskan...
menjadikan diri tak berarti, menjadarkan insani
dari
kesombongan-kepongahan yang acap mencengkram diri.
Di dalam
merenungkan, menembusi segala hamparan kenyataan, beribu kali,
kita akan
menyebut air. Indah, mepesona, menggairahkan, mendamaikan segala perasaan,
dan
membebaskan fikiran dari segala himpitan beban
serta menyegarkan segala kelelahan
yang mencekam jasmani dan rohani.
Sang Pujangga
akan membisikan
dan menyanyikan bait syair bermakna dalam,
tersembul dari
jeritan sanubarinya.
Dan Sang Pelukis...
akan menyadap
dan memindahkannya ke
atas kanvas
dengan comotan kuas serta paletnya.
Dan Sang Musisi...
mencoba mencipta
imitasi dari bisikan dan irama,
dengan nada-nada viol serta instrumen lainnya.
Itulah kesemua
fungsi estetika kisah alam
yang dibangkitkan oleh wujudnya air di
tengah-tengahnya.
Dan... kesemuanya untuk kita insani, seperti dalam kalam
ilahi,
yang dapat menerima sentuhan melalui naluriah estetika yang dimiliki
manusia.
Air sebagai Spektator
Air...
dialah spektator dari segala hakikat
yang terhampar di hadapan kita.
Bacalah
segala yang terhampar,
renungkan segala yang tersembunyi,
di dalam segala kisah
alam dunia semesta ini...
Sekali lagi iqra'.
Untuk terwujudnya apa yang dikatakan ada,
hidup atau mati, kisah alam semesta
dengan beribu zigma dan variasi.
Air, dialah spektator bagi statika dinamika
hingga buana
punya beribu cerita, dari matinya (gersang, tandus)
sampai kepada cerita
hidupnya (subur dan kaya).
Meskipun demikian, ini semua dikarenakan kondisi
energi
yang mempengaruhi untuk dapat bertindak sebagai spektator.
Lihatlah...
planit merkurius, panasnya beribu derajat Celsius,
air tak dapat bersikap
sebagai spektator,
karena dia hanya punya suatu bentuk, yaitu uap.
Lain lagi
planit Yupiter, suhunya beratus derajad Celsius di bawah nol,
air hanya punya
satu wujud yaitu padat,
yang tak memberikan kesempatan bagi bersikapnya air
sebagai spektator.
Tapi... dengan persesuaian temperatur bumi, untuk air
sebagai spektator,
maka kita jumpai, dan temui sebagai adanya ini.
Sepanjang pengertian yang universal, maka hakikat
dari alam semesta,
baik yang kongkrit maupun yang abstrak,
airlah sebagai spektator
dalam mewujudkan distribusi
dan interrelasi organisasi materi yang eksakt atau
yang non eksakt.
Filosofi Air
Air yang
terus-menerus menerjang, menerpa bebatuan keras,
lambat laun bebatuan itu akan
menganga, pecah, hancur berantakan.
Maka kegigihan, ketabahan, dan kesungguhan itu,
lambat laun akan
menghasilkan buah yang diharapkan.
Suatu saat
air kita butuhkan,
saat lain kita buang dan hindarkan.
air sangat bermanfaat
bagi kehidupan namun...
juga berlaku sebagai sumber malapetaka.
Air sering
sebagai keluhan...
kekeringan, kekurangan air, basah, kehujanan, kebanjiran.
Kita
semua suka dan butuh air untuk hidup, dan...
takut dan hindarkan supaya kita
tetap hidup, bila kia tak rela tenggelam.
Air bersifat
netral...
tidak memihak asam ataupun basa, tetapi...
pada suatu kondisi
air
akan bersifat asam atau basa.
Air acapkali dan sering dipakai sebagai standar,
pembanding,
pengukur, penakar, penimbang dan sebagainya.
Ini semua disebabkan sifat fisika
dan kimianya yang memungkinkan.
Air
adalah pelarut yang universal, dapat melarutkan berbagai materi,
dan mungkin
pula dapat melarutkan perasaan dan imajinasi.
Anda butuh air, saya butuh air,
kita semua butuh air untuk
beribu hajat dan keperluan.
Namun akhirnya... kita semua akan buang air.
Air
itu bersih, dapat membersihkan dan dapat pula dibersihkan.
Adakalanya air itu
kotor, dapat dikotori serta dapat mengotori.
Air
hujan turun dari langit ke bumi,
dan air bumi pun dapat dinaikkan ke pencakar
langit.
Untuk menaikkan air diperlukan energi,
maka manusia untuk naik perlu
usaha.
Semakin tinggi pangkat, cita-cita,
penghasilan dan keimanan,
semakin tinggi
pula tantangan,
kesukaran dan kendalanya.
Air selalu mengalir
ke tempat yang rendah,
maka begitu juga ilmu yang hanya akan mengalir
kepada insan
yang rendah hati,
yang tahu dengan kekurangannya.
Air itu permukaan selalu
datar,
begitupun manusia di mata Sang Pencipta (kecuali imannya).
Air yang
turun memiliki tekanan
menghasilkan energi,
maka jika kita turunkan ilmu kepada
sesama,
kita akan terima hasilnya di dunia
berupa kesenangan dan kebahagiaan,
di
akhirat kelak berupa amal jariah.
Air...
adakah ia dengan sendirinya ?
Lalu siapa yang menciptakan?
Sudahkah kita
mensyukuri nikmat Sang Pencipta ini ?
Sadarlah hai insan, taatlah kepada Tuhan, ALLAH Yang Maha
Rahman.
Diambil dari Buku "Air dan Kisah Alam Semesta" Karya Tarmizi, 1990. Diterbitkan terbatas.
Tarmizi, 20005
No comments:
Post a Comment