Automatic translation of this blog page

Tuesday, November 15, 2011

10 kompetensi guru

Guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan, di samping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar-mengajar. Di dalam kegiatan mengelola interaksi belajar-mengajar, guru paling tidak harus memiliki dua modal dasar, yakni kemampuan mendesain program dan keterampilan mengkomunikasikan program itu kepada anak didik. Dua modal ini telah terumuskan dalam sepuluh kompetensi guru, sebagai berikut: [1]Kompetensi Guru yang Pertama Menguasai bahan
Sebelum guru tampil di muka kelas untuk mengelola interaksi belajar-mengajar, terlebih dahulu harus sudah menguasai bahan apa yang diajarkan dan sekaligus bahan-bahan apa yang dapat mendukung jalannya proses belajar-mengajar. Dengan modal penguasaan bahan, guru akan dapat menyampaikan materi pelajaran secara dinamis. Dalam hal ini yang dimaksud “menguasai bahan” bagi seorang guru, mengandung dua lingkup penguasaan materi, yakni:

  • menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah.
  • menguasai bahan penunjang bidang studi.
Yang dimaksud dengan menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah yaitu guru harus menguasai bahan sesuai dengan materi atau cabang ilmu pengetahuan yang dipegangnya sesuai dengan kurikulum sekolah. Sebagai contoh: Tauhid, Akhlak, Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Mantiq, Faraid dan seterusnya. Kemudian agar dapat menyampaikan materi itu lebih mantap, guru juga harus mengusai bahan pelajaran lain yang dapat memperjelas bahan-bahan bidang studi yang dipegang guru tersebut. Misalnya untuk mengajar bidang studi Bahasa Arab, guru juga harus menguasai bahan-bahan yang lain seperti Nahwu, Sharaf, Mantiq. Bahkan kalau kita lihat secara makro, guru juga harus menguasai materi-materi yang lain, misalnya yang berkaitan dengan PBM.

Kompetensi Guru Kedua Mengelola program belajar-mengajar
Guru yang kompeten juga harus mampu mengelola program belajar-mengajar. Dalam hal ini ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh guru. Langkah-langkah itu ialah:

a. Merumuskan tujuan instruksional/pembelajaran.
Sebelum mulai mengajar, guru perlu merumuskan tujuan yang akan dicapai. Tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran ini penting karena dapat dijadikan pedoman atau petunjuk praktis tentang sejauh mana kegiatan belajar-mengajar itu harus dibawa. Tujuan instruksional akan senantiasa menjadi hasil atau perubahan tingkah laku, kemampuan dan keterampilan yang diperoleh setelah siswa mengikuti kegiatan belajar. Oleh karena itu, tugas guru harus dapat merumuskan tujuan instruksional itu secara jelas dan benar.

b. Mengenal dan dapat menggunakan proses instruksional yang tepat.
Guru yang akan mengajar biasanya menyiapkan segala sesuatunya secara tertulis dalam suatu persiapan mengajar, yang sering juga dikenal dengan PPSI. Dalam PPSI ini mengandung prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan belajar-mengajar. Sebagai contoh setelah merumuskan tujuan, kemudian mengembangkan alat evaluasi, merumuskan kegiatan belajar-mengajar, dan begitu seterusnya sampai tahap pelaksanaan. Untuk itu semua perlu didesain.

c. Melaksanakan program belajar-mengajar
Dalam hal ini guru berturut-turut melakukan kegiatan pretest, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan post-test dan perbaikan. Dalam kegiatan penyampaian materi guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  • menyampaikan materi dan pelajaran dengan tepat dan jelas,
  • pertanyaan yang dilontarkan cukup merangsang untuk berpikir, mendidik dan mengenai sasaran,
  • memberi kesempatan atau menciptakan kondisi yang dapat memunculkan pertanyaan dari siswa,
  • terlihat adanya variasi dalam pemberian materi dan kegiatan,
  • guru selalu memperhatikan reaksi atau tanggapan yang berkembang pada diri siswa baik verbal maupun non verbal,
  • memberikan pujian atau penghargaan bagi jawaban-jawaban yang tepat bagi siswa dan sebaliknya mengarahkan jawaban yang kurang tepat.
d. Mengenal kemampuan anak didik.
Dalam mengelola program belajar-mengajar, guru perlu mengenal kemampuan anak didik. Sebab bagaimanapun juga setiap anak didik memiliki perbedaan-perbedaan karakteristik tersendiri, termasuk kemampuannya. Dengan demikian, dalam satu kelas akan terdapat bermacam-macam kemampuan. Hal ini perlu dipahami oleh guru agar dapat mengelola program belajar-mengajar dengan tepat.

e. Merencanakan dan melaksanakan program remidial.
Dalam suatu proses belajar-mengajar tentu saja dikandung suatu harapan agar seluruh atau setidak-tidaknya sebagian siswa dapat berhasil dengan baik. Namun kenyataannya sering tidak demikian. Salah satu usaha untuk mencapai hal itu adalah dengan pengembangan prinsip belajar tuntas atau mastery learning. Belajar tuntas adalah suatu sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan instruksional umum (basic learning objectives) dari suatu satuan atau unit pelajaran secara tuntas.[2] Untuk dianggap tuntas diperlukan standar norma atau ketentuan yang tertentu. Misalnya dalam sistem pengajaran modul, ditetapkan bahwa 85% dari populasi siswa harus menguasai sekurang-kurangnya 75% dari tujuan-tujuan instruksional yang akan dicapai. Apabila standar norma itu sudah dipenuhi, maka modul dapat beralih ke nomor berikutnya.

Untuk menguasai (mastery) suatu bahan/materi pelajaran diperlukan waktu yang berbeda-beda bagi setiap siswa. Apabila waktu yang disediakan cukup dan pelayanannya tepat, setiap siswa akan mampu menguasai bahan/materi pelajaran yang diberikan kepadanya. Pemikiran inilah yang mendasari adanya program remidial, yaitu suatu kegiatan perbaikan bagi siswa yang belum berhasil dalam belajarnya (belum mastery).
Kegiatan perbaikan biasanya dilaksanakan pada saat-saat setelah diadakan evaluasi. Evaluasi itu sendiri dapat dilaksanakan pada:
  • awal serangkaian pelajaran atau sebelum pelajaran dimulai, (berupa tes prasyarat, tes diagnostik, atau pre test),
  • bagian akhir pada serangkaian pelajaran atau suatu pelajaran pokok (post test),
  • saat setelah suatu ujian yang terdiri dari beberapa satuan pelajaran selesai atau pada akhir suatu catur wulan/semester (berupa tes unit atau tes sumatif).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam kegiatan perbaikan ialah:
  • sifat kegiatan perbaikan,
  • jumlah siswa yang memerlukan,
  • tempat untuk memberikan,
  • waktu untuk diselenggarakan,
  • orang yang harus memberikan,
  • metode yang digunakan,
  • sarana atau alat yang digunakan,
  • tingkat kesulitan belajar siswa.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam memecahkan kesulitan belajar secara umum ialah:
(1) Diagnose, meliputi:
  • identifikasi kasus,
  • lokalisasi jenis dan sifat kesulitan,
  • menetapkan faktor penyebab kesulitan.
(2) Prognose, yaitu mengadakan estimasi tentang kesulitan.
(3) Terapi, yaitu menemukan berbagai kemungkinan dalam rangka penyembuhan kesulitan.

Kompetensi Guru yang Ketiga Mengelola Kelas
Untuk mengajar suatu kelas, guru dituntut mampu mengelola kelas, yakni menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses belajar-mengajar. Kalau belum kondusif, guru harus berusaha seoptimal mungkin untuk membenahinya. Oleh karena itu, kegiatan mengelola kelas akan menyangkut “mengatur tata ruang kelas yang memadai untuk pengajaran” dan “menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi”.

Kompetensi Guru yang Keempat Menggunakan media/sumber
Berikut ini adalah beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menggunakan media:
  1. Mengenal, memilih dan menggunakan suatu media.
  2. Membuat alat-alat bantu pelajaran yang sederhana. Maksudnya agar mudah didapat dan tidak menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda.
  3. Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar-mengajar. Misalnya untuk kegiatan penelitian, eksperimen dan lain-lain.
  4. Menggunakan buku pegangan/buku sumber. Buku sumber perlu lebih dari satu kemudian ditambah buku-buku lain yang menunjang.
  5. Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar.
Kompetensi Guru Yang Kelima Menguasai landasan-landasan kependidikan.
Pendidikan adalah serangkaian usaha untuk pengembangan bangsa. Pengembangan bangsa itu akan dapat diwujudkan secara nyata dengan usaha menciptakan ketahanan nasional dalam rangka mencapai cita-cita bangsa. Meningat hal itu, maka sistem pendidikan akan diarahkan kepada perwujudan keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara pengembangan kuantitas dan pengembangan kualitas serta antara aspek lahiriah dan aspek ruhaniah. Itulah sebabanya pendidikan nasional kita dirumuskan sebagai usaha sadar untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Rumusan pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas, didasari pada Pancasila dan UUD 1945. Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 merupakan landasan konstitusional.

Guru, sebagai salah satu unsur manusiawi dalam kegiatan pendidikan harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan nasional baik dasar, arah/tujuan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pelaksanaannya. Dengan memahami itu semua guru akan memiliki landasan berpijak dan keyakinan yang mendorong cara berpikir dan bertindak eduktif di setiap situasi dalam usaha mengelola interaksi belajar-mengajar. Dengan kata lain Pancasila, UUD 1945, GBHN merupakan landasan atau falsafah bagi kegiatan guru dalam menjalankan berbagai ketetapan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Kompetensi Guru yang Keenam Mengelola interaksi belajar-mengajar
Di dalam proses belajar-mengajar, kegiatan interaksi antara guru dan siswa merupakan kegiatan ynag cukup dominan, kemudian di dalam kegiatan interaksi antara guru dan siswa dalam rangka transfer of knowledge dan bahkan juga transfer of values, akan senantiasa menuntut komponen yang serasi antara komponen yang satu dengan yang lain. Serasi dalam hal ini berarti komponen-komponen yang ada pada kegiatan proses belajar-mengajar itu akan saling menyesuaikan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan belajar bagi anak didik. Jelasnya proses interaksi antara guru dan siswa tidak semata-mata hanya tergantung cara atau metode yang dipakai, tetapi komponen-komponen yang lain juga akan mempengaruhi keberhasilan interaksi belajar-mengajar tersebut.

Ada beberapa komponen dalam interaksi belajar-mengajar, misalnya guru, siswa, metode, alat/teknologi, sarana, tujuan. Untuk mencapai tujuan instruksional, masing-masing komponen itu akan saling merespon dan mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Sehingga tugas guru adalah bagaimana harus mendesain dari masing-masing komponen agar menciptakan proses belajar-mengajar yang lebih optimal. Dengan demikian guru selanjutnya akan dapat mengembangkan interaksi belajar-mengajar yang lebih dinamis untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Kompetensi Guru yang Ketujuh Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
Guru harus mampu menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Dengan mengetahui prestasi belajar siswa, apalagi secara individual setiap siswa memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya, guru akan dapat mengambil langkah-langkah instruksional yang konstruktif. Bagi guru yang bijaksana dan memahami karakteristik siswa akan menciptakan kegiatan belajar-mengajar yang lebih bervariasi serta akan memberikan kegiatan belajar yang berbeda antara siswa yang berprestasi tinggi dengan siswa yang berprestasi rendah.
Dalam hal ini secara konkrit, guru mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data hasil belajar siswa.
1) setiap kali ada usaha mengevaluasi selama pelajaran berlangsung,
2) pada akhir pelajaran.
b. Menganalisis data hasil belajar siswa. Dengan langkah ini guru akan mengetahui:
1) siswa yang menemukan pola-pola belajar yang lain,
2) keberhasilan atau tidaknya siswa dalam belajar.
c. Menggunakan data hasil belajar siswa, dalam hal ini menyangkut:
1) lahirnya feed back untuk masing-masing siswa dan ini perlu diketahui oleh guru,
2) dengan adanya feed back itu maka guru akan menganalisis dengan tepat follow up atau kegiatan-kegiatan berikutnya.
Kompetensi Guru yang Kedelapan Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Dalam tugas dan peranannya di sekolah guru juga sebagai pembimbing ataupun konselor/penyuluh. Itulah sebabnya guru harus mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah serta harus menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah, agar kegiatan interaksi belajar-mengajarnya bersama para siswa menjadi lebih tepat dan produktif.

Bimbingan dan penyuluhan terdiri dari dua kata “bimbingan” dan “penyuluhan” yang masing-masing memiliki makna tersendiri yang cukup mendasar, walaupun oprasionalnya masing-masing saling berkaitan sangat erat. Menurut Jear Book of Education, bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemapuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.[3] Sedangkan penyuluhan (counseling) menurut James F. Adams yang dikutip oleh Ibrahim Hadi adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di mana yang seorang (counselor), membantu yang lain (counselee) supaya ia dapat lebih memahami dirinya dalam hubungan dengan masalah-masalah hidup yang dihadapinya waktu itu dan pada waktu yang akan datang.[4]

Adapun prinsip-prinsip konseling yang dapat digunakan untuk mengembangkan program bimbingan dan penyuluhan di lembaga pendidikan/sekolah, yakni:
  • Konseling/penyuluh merupakan bantuan yang diberikan secara sengaja.
  • Prosesnya dilaksanakan melalui hubungan antar personal.
  • Sasaran counseling adalah counselee atau klien, yakni (siswa) agar dapat mengatasi hambatan yang dialami pada proses perkembangannya.
  • Tujuannya memberikan tuntunan agar counselee atau klien tadi, mampu memilih dan menentukan cara-caranya sendiri untuk mengatasi hambatannya.
Perlu diketahui bahwa dalam penyelenggaraan program bimbingan dan penyuluhan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat akademis seperti kognitif, efektif, dan psikomotor, tetapi juga problem-problem pribadi yang memang memungkinkan. Dengan demikian, anak didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal, menjadi pribadi bermasyarakat yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan umum. Dengan demikian, guru di sekolah tidak hanya semata-mata sebagai pembimbing dan membantu anak didik dalam hal pemecahan problema atau pelajaran, tetapi juga membantu menunjukkan jalan pemecahan persoalan pribadi anak didik yang menggangu studi dan kegiatan hidup lainnya.

Kompetensi Guru Ke sembilan Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
Guru di sekolah di samping berperan sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing juga sebagai administrator. Dengan demikian, guru harus mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah. Hal ini sebagai upaya pemuasan layanan terhadap para siswa.

Admistrasi sekolah berasal dari dua kata, administrasi dan sekolah. Administrasi dapat diartikan sebagai kegiatan penyusunan keterangan-keterangan secara sitematis dan pencatatan secara tertulis dengan maksud untuk memperoleh sesuatu ikhtisar mengenai keterangan-keterangan itu dalam keseluruhan dalam kaitannya satu sama lain. Jadi pendidikan administrasi secara luas adalah suatu proses pemanfaatan semua sumber materiil dan personal secara luas adalah suatu proses pemanfaatan semua sumber materiil dan personal secara efektif untuk tujuan tertentu.[5]

Dengan pengertian tersebut, maka yang diamksud dengan administrasi akan menyangkut persoalan yang cukup kompleks. Kegiatan itu tidak sekedar mengurus soal surat-menyurat, tetapi menyangkut pula berbagai kegiatan misalnya pendataan personal, penyusunan jadwal, presensi siswa, pengisian rapor dan lain-lain. Keberhasilan dalam kegiatan-kegiatan ini jelas akan memberi kepuasan kepada para siswa. Kalau sudah demikian maka interaksi belajar-mengajar itu akan lancar.

Dari sekian kegiatan itu sebenarnya pada garis besarnya administrasi sekolah atau khusus administrasi kelas dapat diakatakan sebagai kegiatan catat-mencatat dan lapor-melapor secara sistematis mengenai informasi tentang sekolah/kelas. Dengan demikian, ada dua pekerjaan pokok dalam administrasi sekolah/kelas bagi guru, yakni recording (catat-mencatat) dan reporting (lapor-melapor). Ini semua harus diapahami oleh setiap guru, jadi guru menyelenggarakan kegiatan-kegiatan berikut ini:
  1. Kegiatan recording (catat-mencatat. Ini meliputi catatan-catatan mengenai siswa dan catatan-catatan bagi guru. Catatan-catatan mengenai siswa akan meliputi antara lain: daftar presensi (harian maupun bulanan), catatan tugas/pekerjaan siswa (baik kelompok maupun individual), catatan sosiometris atau hubungan antar siswa, catatan partisipasi siswa, data pribadi siswa baik yang menyangkut identitas diri, latar belakang orang tua, riwayat pendidikan, kesehatan dan catatan khusus yang perlu bagi siswa. Adapun catatan-catatan yang penting bagi guru antara lain: silabus mata pelajaran, persiapan mengajar/PPSI, buku batas pelajaran, kumpulan soal-soal ujian dan tugas, catatan-catatan hasil evaluasi siswa, buku notulen rapat, buku agenda.
  2. Kegiatan reporting (lapor-melapor) bagi guru ini meliputi laporan kepada kepala sekolah dan laporan kepada orang tua siswa. Mengenai laporan kepada kepala sekolah, hampir semua kegiatan recording seperti diuraiakn di atas, perlu dilaporkan kepada kepala sekolah. Di samping itu guru juga melaporkan kepada kepala sekolah hal-hal misalnya soal pengorganisasian siswa, inventaris kelas, keuangan kelas, mutasi, kenaikan dan tamat belajar, perkembangan prestasi atau hasil belajar siswa.
Kompetensi Guru yang kesepuluh Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Dalam rangka menumbuhkan penalaran dan mengembangkan proses belajar-mengajar, setiap mata pelajaran diharapkan dapat memancing baik siswa maupun guru untuk terus dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana. Dengan demikian, akan menambah wawasan bagi guru. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai dengan prinsip “hasrat ingin tahu” dari manusia itu sendiri. Dengan demikian, manusia akan mencari jawab atas berbagai pertanyaan tersebut. Dari dorongan ingin tahu itulah manusia berusaha mendapatkan pengetahuan mengenai hal-hal yang dipertanyakan. Maka manusia akan terdorong melakukan penelitian untuk mencari jawab dan kebenaran dari problema atau pertanyaan yang dihadapi tersebut.

Selain itu hal yang penting lagi adalah guru juga harus dapat membaca dan menfasirkan hasil-hasil penelitan pendidikan. Dengan ini berarti guru akan mendapat masukan yang bisa diterapkan untuk keperluan proses belajar-mengajar.

No comments:

Post a Comment

Tumbuhan Obat

Followers