Oleh Tarmizi, BSc., S.Pd
Pilek lang umum dikenal adalah merupakan gejala awal dari influenza. Pilek rinitis alergika disebabkan alergi terhadap debu rumah. Selain itu, rangsangan pilek rinitis alergika juga dapat disebabkan oleh jamur, serbuksari, dan rontokan bulu hewan piaraan.
Kebanyakan penderita pilek rinitis alergika sering mengeluh “Mengapa pilek saya tak kunjung sembuh?” Malah sering disertai bersin-bersin dan hidung tersumbat. Bahkan kadang disertai rasa gatal di sekitar mata atau mengeluarkan air mata berkepanjangan.
Penderita pilek rinitis alergika umumnya mempunyai riwayat keluarga yang positif. Artinya, ada salah seorang anggota keluarga atau saudaranya yang memiliki keluhan serupa. Menurut catatan Eugene B Kern, guru besar dari Minnesota, pilek rinitis alergika dapat diderita sebelum usia 20 tahun. Hal itu berdasarkan pengamatannya di Amerika.
Hampir seperlima
Di Indonesia belum ditemukan angka kesakitan yang pasti. Namun begitu, dari penelitian pendahuluan oleh dr Soetomo dan dr. Soepomo (1980) dilaporkan bahwa: 15 hingga 20% pengunjung poliklinik THT (telinga hidung tenggorokan) RSUP DR Sardjito Yogyakarta ternyata penderita pilek rinitis alergika. Jadi hampir seperlima dari jumlah pasien Poliklinik THT adalah penderita pilek rinitis alergika. Ini saja baru jumlah penderita yang berobat, belum lagi kalau ditambah yang tidak berobat atau yang memanfaatkan fasilitas lain selain rumahsakit.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan, ternyata debu rumah merupakan satu diantara penyebab utama serangan pilek rinitis alergika. Debu rumah biasanya berasal dari kasur, bantal, kursi busa, karpet, korden, dan peralatan rumah yang usang serta tak dapat dicuci. Di samping itu, debu rumah dapat pula melekat di buku-buku terutama yang sudah lama tak dijamah.
Pencegahan
Setelah tahu penyebab pilek rinitis alergika yaitu debu rumah dan bulu hewan piaraan, langkah apakah yang dapat kita lakukan? Yang paling sederhana dan murah tentu saja berusaha menghindari debu rumah. Tapi apakah muingkin? Bukankah setiap hari kita bersentuhan dengan debu rumah?
Cara yang paling mudah mungkin kita upayakan menjauhkan debu rumah dari hidung kita yang mengidap alergi adalah sebagai berikut:
1. Hindari ruangan yang sedang dibersihkan. Jika kita sendiri yang membersihkan, maka pergunakanlah “masker” untuk menutup mulut dan hidung kita.
2. Guna memperoleh ruangan yang relatif bersih dari debu, cobalah langkah berikut:
- Ambil semua barang dari kamar, termasuk alas lantai / karpet, korden, dan semua barang dalam lemari dikeluarkan.
- Bersihkan kamar sebersih-bersihnya mulai dari atap/loteng sampai dinding, lantai dan lemari. Semua dilap dengan kain pel basah.
- Tempat tidur dibersihkan, dilepas bagiannya satu per satu. Lalu dibersihkan dan dipasang kembali setelah kamar selesai dibersihkan.
- Bantal dan guling usahakan dibungkus agar tak terkena debu, selanjutnya harus selalu ditutupi. Kain sprei dan bantal harus secara rutin dicuci. Sedapatnya 2 x seminggu diganti. Bila menggunakan selimut, pakailah yang mudah dicuci dan tidak terbuat dari bulu.
- Kamar harus sesedikit mungkin berisi barang. Kain korden usahakan yang mudah dicuci. Hindarkan barang-barang berdebu dan yang sudah usang dari kamar.
3. Kamar yang sudah dibersihkan tersebut sebaiknya dijaga agar selalu bersih. Agar rumah kita selalu bersih, terutama kamar tidur, tentu saja kita menyediakan sebagian besar waktu di ruangan yang benar-benar bersih.
4. Usahakan agar tidak duduk-duduk dan bermain di kursi yang sudah usang. Hindari tempat lembab dan tempat yang gelap seperti gudang.
5. Jangan memberikan boneka atau mainan yang berbulu kepada anak yang tak tahan debu. Anjurkanlah agar anak bermain di ruangan yang bersih dengan alat mainan yang bersih pula.
6. Pilihlah kasur dari bahan busa atau dacron. Jangan ada gantungan pakaian dan rak sepatu di kamar, sebab keduanya merupakan tempat yang mudah bercokolnya debu.
7. Untuk penderita asma dan pilek sebaiknya tidak memelihara hewan seperti kucing, anjing, kera, kelinci dan hewan berbulu lainnya. Dan usahakan pula tidak merokok.
Apabila langkah tersebut dirasakan sulit terlaksana, maka dapat diusahakan cara berikutnya, yaitu pemberian suntikan “hiposensitasi”. Sebua suntikan zat alergen (yang menimbulkan alergi) di kulit kita.
Menurut dr.H.Muchlis A.U Sofro, dosis suntikan mula-mula kecil, kemudian dinaikkan dan frekuensinya semakin dijarangkan. Setelah didapat kondisi yang seimbang, artinya tidak lagi terjadi manifestasi alergi pada penderita, maka bisa diberikan dosis dan frekuensi yang tetap (kontinyu). Pemberian ini dilanjutkan secara berkala dan teratur sampai penderita benar-benar toleran terhadap zat penyebab alergi. Semua ini tentu saja memerlukan ketekunan dan kesabaran pasien beserta keluarganya maupun dokter yang merawatnya.
Sumber ide: Panasea No.68 Nov.93
No comments:
Post a Comment